Ekaristi
dan
Persekutuan Paguyuban-Paguyuban Pengharapan
Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi 2005
Tim Penyusun:
E. Martasudjita, Pr
J. Kristanto. S, Pr
F. X. Sukendar, Pr
Beberapa catatan lain:
- Renungan dibuat singkat dan berlangsung sekitar 5-6 menit saja.
- Renungan terdiri atas sebuah kutipan teks Kitab Suci, pengalaman hidup sehari-hari, pendalaman liturgi dan sabda Allah.
- Renungan ini dapat dibacakan pada awal doa atau di antara peristiwa-peristiwa atau pada akhir doa rosario, atau tempat lain yang sesuai. Pemimpin bebas menentukan kapan renungan ini disampaikan.
- Memang sangatlah baik, apabila dalam kelompok ada kemungkinan waktu untuk sharing dan berdiskusi mengenai isi buku ini.
Semoga buku renungan ini membantu kita semua untuk semakin mengenal dan menghayati Perayaan Ekaristi dalam rangka membangun persekutuan paguyuban-paguyuban pengharapan di lingkungan kita.
Yogyakarta, 13 Februari 2005
Hari Minggu Prapaskah I
Komisi Liturgi KAS
===================================================================Hari ke-1
Merenungkan
TAHUN EKARISTI
"Kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamu pun akan hidup" (Yoh 14:19).
Bila kita bangun pagi, kita mengucap syukur karena Tuhan menganugerahi hari baru. Mungkin kita tidak pikir bahwa datangnya hari baru pada setiap harinya itu menjadikan usia kita tambah sehari. Pada saat kita merayakan Hari Ulang Tahun, biasanya kita baru sadar bahwa usia kita tambah setahun. Pada saat HUT itu kita biasanya bersyukur atas karunia hidup dan usia kita.
Kebanyakan dari antara kita merayakan Ekaristi setiap minggunya. Bahkan tidak sedikit di antara kita yang merayakan misa kudus setiap hari. Karena setiap hari atau minggu kita rayakan, misa kudus sering kita alami sebagai hal yang rutin. Misa itu penting sih, tetapi itu biasa dan rutin saja. Nah, dengan Tahun Ekaristi sekarang ini, kita diingatkan, betapa yang kita rayakan setiap minggu atau hari itu begitu istimewa. Seperti halnya kita mensyukuri hidup kita pada saat HUT kita, kita ingin mensyukuri Ekaristi pada saat Tahun Ekaristi ini. Dengan Tahun Ekaristi, misa kudus yang setiap minggu atau hari kita rayakan ingin kita jadikan fokus perhatian seluruh acara dan kegiatan hidup iman kita.
Tahun Ekaristi dibuka oleh Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 17 Oktober 2004 lalu. Tahun Ekaristi itu berlangsung dari Oktober 2004 hingga Oktober 2005. Bapa Suci mengundang kita agar kita semakin rajin ikut perayaan Ekaristi. Bila selama ini hanya ikut misa mingguan, marilah kita coba ikut misa harian. Ya paling tidak seminggu kita ikut misa harian dua atau tiga kali. Bagi yang sudah rajin misa harian, marilah menambah waktu doa di depan Sakramen Mahakudus. Yang namanya Adorasi, Astuti atau Pujian, lalu visitasi atau mengunjungi Sakramen Mahakudus, pokoknya berdoa dengan berlama-lama di depan Sakramen Mahakudus sangat dianjurkan oleh Gereja!
Hari Ke-2
Merenungkan
EKARISTI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP UMAT KRISTIANI
"Nyanyikanlah bagi Tuhan nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh" (Mzm 149:1)
Banyak orang yang gila kerja. Orang seperti itu bekerja secara luarbiasa. Ia bisa kerja dari jam 6 pagi hingga 10 malam. Ia istirahat sebentar saja. Istirahatnya hanya untuk makan, minum, dan menggeliat sebentar (ngolet-bahasa Jawanya). Sementara orang lain gila nonton televisi. Orang itu bisa nonton dari pagi hingga siang. Mungkin siang tidur sebentar, tetapi lalu sore nonton lagi hingga larut malam. Itupun ia tertidur di depan TV. Jadilah dia yang ditonton TV. Ya macam-macamlah orang itu. Namun prinsipnya sama. Orang yang gila kerja berarti menempatkan kerja sebagai sumber dan puncak hidupnya. Sementara itu orang yang gila nonton TV berarti menempatkan TV sebagai sumber dan puncak hidupnya.
Kita mestinya tidak begitu. Orang kristiani mestinya menempatkan Ekaristi sebagai sumber dan puncak seluruh hidupnya. Ekaristi memang telah menjadi pusat kegiatan orang kristiani. Bukan hanya orang kristiani zaman ini tetapi sepanjang sejarah. Para Bapa Konsili Vatikan II yang merumuskan kenyataan ini. Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup kristiani (LG 11). Itu pula yang akan menjadi tema Sidang Para Uskup di Roma bulan Oktober 2005 nanti.
Bila Ekaristi menjadi sumber dan pusat hidup kita, Ekaristi akan menjadi kekuatan, landasan, orientasi, tujuan dan dasar seluruh acara dan kegiatan kita setiap harinya. Singkatnya, orang Katolik itu mestinya mendem atau mabuk pada misa kudus. Mendem berarti seneng atau cinta banget sama misa kudus. Dengan rajin mengikuti misa, orang Katolik mempunyai kekuatan, arah dan inspirasi hidup.
Hari Ke-3
Merenungkan
EKARISTI DAN HIDUP SEHARI-HARI
"Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, sebagaimana kuberitakan kepadamu" (1Kor 15:2).
Biasanya, sehabis berjumpa dengan bos, pimpinan, orang tua, atau orang entah siapa saja yang baru saja memberi kabar gembira atau hadiah kepada kita, kita akan keluar dengan wajah berseri dan bergembira. Langit terasa cerah, petir di langit dianggapnya hiasan langit nan indah. Itulah kalau orang mengalami sukacita dan mendapat berkat dari suatu pertemuan atau peristiwa dengan orang lain. Berikutnya, ia menjalani tugas hidup sehari-hari dengan riang dan ringan karena bosnya baru saja bilang bahwa ia naik pangkat dan gajinya dinaikkan dua kali lipat.
Pada Perayaan Ekaristi kita berjumpa dengan Tuhan. Tuhan mengundang kita untuk bersahabat dengan-Nya dan Ia memberikan jaminan berkat dan penyertaan-Nya. Ia memberikan jaminan: bahwa Ia akan selalu menemani kita, menyertai kita dalam segala sukaduka kehidupan kita. Jaminannya tidak main-main. Itulah Tubuh (dan darah) Kristus yang kita terima dalam komuni. Bukankah ini sukacita dan berkat melimpah bagi kita yang ikut misa? Maka pada akhir Perayaan Ekaristi, kita diutus dengan kata-kata: "Pergilah dan hiduplah dalam damai Tuhan". Maka sesudah Perayaan Ekaristi, mestinya kita menjadi bersukacita dan bergembira, karena kita memperoleh apa yang paling perlu dalam hidup: kedamaian. Uang, harta, kesehatan, kehormatan, karier dapat hilang dan rusak. Tetapi kedamaian hati yang dari Allah adalah terpenting dan tidak akan hancur. Maka sesudah Perayaan Ekaristi, normalnya kita akan suka hidup dalam damai dan melayani sesama dengan riang gembira, sebab Tuhan menyertai kita. Perayaan Ekaristi membuat kita suka melayani saudara-saudari kita sehari-hari dengan rela dan sukacita.
Hari ke-4
Merenungkan
EKARISTI - PUNCAK LITURGI
"Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran ... Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang" (Yoh 16:13).
Apakah LITURGI itu? Menurut kita sebagai umat biasa ini, liturgi bisa berarti bermacam-macam. Biasanya kalau omong liturgi, lalu orang bicara mengenai doa-doa, tata-cara atau urutan ibadat, bacaannya apa, nyanyiannya apa, pakai buku nyanyian yang mana, petugasnya siapa, bagaimana cara berlutut yang benar, cara membaca yang baik, dst. Lalu kalau ada komentar bahwa umatnya tidak tahu liturgi, itu dimaksudkan misalnya umatnya keliru memilih nyanyian, umatnya tidak mengerti simbol liturgi, petugasnya jelek dalam melaksanakan tugas dst. Singkatnya, pada umumnya kita memandang liturgi sebagai aturan doa, petunjuk tatacara ibadat, apa yang boleh dan apa yang tidak.
Liturgi tidak boleh dipahami hanya sebagai suatu aturan tentang apa yang boleh dan tidak. Liturgi pertama-tama bukan soal aturan atau hukum petunjuk, tetapi peristiwa. Liturgi itu peristiwa, dalam mana Allah datang untuk menjumpai kita dan kita menyambut Dia dengan puji-syukur dan permohonan. Tuhan datang untuk menawarkan persahabatan, agar kita hidup bersama Allah dalam segala situasi, untung dan malang, suka ataupun duka. Semua bidang liturgi, apapun macamnya, merayakan persahabatan dan hidup bersama kita dengan Tuhan. Akan tetapi persahabatan dan hidup bersama yang paling istimewa dengan Tuhan adalah dalam Perayaan Ekaristi. Itulah sebabnya, Perayaan Ekaristi merupakan puncak dan pusat segala macam liturgi. Gereja menghidupi, mengajarkan dan mempertahankan sepanjang sejarahnya: bahwa Ekaristi Kudus itu sumber dan puncak seluruh perayaan liturgi dan bahkan seluruh hidup kristiani (bdk. LG 11).
Hari ke-5
Merenungkan
EKARISTI DAN PENGHARAPAN
"Yesus ini yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga" (Kis 1:11).
Selesai mengerjakan tes masuk Perguruan Tinggi, si Jaka begitu optimis bahwa ia akan diterima. Bagaimana tidak? Ia sudah ikut bimbingan tes. Ia suka belajar. Nilai rapot selama ini hebat. NEM-nya bagus. Mau apa lagi? Lain lagi si Tuyem. Gadis desa ini sangat minder. Parasnya jauh dari cantik, penampilan tubuhnya juga kurang menarik. Bodoh lagi. Tuyem serba tidak pede jika berkumpul dengan sesama mudika. Ia lebih suka di pojok bersama teman-temannya yang "sekelas" dengan dia. Tuyem pesimis akan dapat jodoh.
Optimisme Jaka ataupun sebaliknya pesimisme si Tuyem sama-sama bertolak atas keadaan diri, kemampuan diri sendiri. Yang diukur semuanya adalah apa yang ada pada dirinya. Semangat optimis atau pun pesimis begini bukan sikap iman. Sikap iman itu tidak pernah mengandalkan diri sendiri. Sikap iman itu tidak pernah berdasarkan kemampuan atau kehebatan diri sendiri.
Satu-satunya pegangan yang diandalkan dan yang menjadi kekuatan hanyalah DIRI ALLAH sendiri. Orang beriman itu hanya percaya kepada Allah. Orang beriman itu hanya memperhitungkan Allah. Diri sendiri dengan segala bakat, kemampuan dan kehebatannya samasekali tidak menjadi kebanggaan bagi orang beriman. Inilah sikap dasar pengharapan. Harapan itu berbeda dari optimisme. Pengharapan itu hanya mengandalkan Allah, sebaliknya optimisme itu pada diri sendiri.
Perayaan Ekaristi adalah perayaan orang yang penuh pengharapan, dan bukan orang yang optimis. Dalam Ekaristi, seluruh perhatian adalah puji-syukur dan permohonan kepada Allah Bapa yang begitu baik dan mengasihi kita, sebagaimana telah menebus kita melalui Kristus. Kesatuan kita dengan Allah yang begitu istimewa dalam Ekaristi menjadi sumber kekuatan pengharapan kita. Karena Allah bersatu dengan kita, kita tidak pernah takut dan khawatir lagi.
Hari ke-6
Merenungkan
EKARISTI DAN MISTIK
"Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu daripadamu" (Yoh 16:22).
Banyak dari kita adalah orang-orang yang super sibuk. Orang yang bangun tidur langsung mandi. Selesai mandi dan berpakaian, ia langsung sarapan sambil persiapan untuk masuk kerja. Orang itu berangkat kerja pagi hari, pulang larut malam. Padanya tinggal kelelahan. Besok pagi bangun pagi, mandi, berpakaian, sarapan, langsung kerja lagi. Begitu setiap harinya. Suatu saat orang tersebut tentu jenuh, stres. Hatinya kering, hidupnya seperti tanpa arti. Nah orang-orang macam inilah yang kehilangan pengalaman mistik.
Pengalaman mistik adalah pengalaman kesatuan dengan Allah, yaitu suatu pengalaman yang membawa orang kepada rasa damai tak terhingga karena bersatu dengan Allah dan merasa sungguh dicintai oleh Allah. Pengalaman mistik seperti ini di satu pihak adalah rahmat dan karunia Allah. Namun di lain pihak kita memang harus memohon dan mengolah diri agar pantas menerima karunia kesatuan dengan Allah itu. Ciri-ciri pengalaman mistik sejati ialah orangnya rendah hati, berbuat kasih dalam hidup konkret, bersedia menderita demi Tuhan dan sesama, dan suka berkumpul atau menjalin kesatuan dengan sesama atau umat. Bila orangnya merasa telah bersatu dengan Tuhan dan bahkan mengalami pengalaman trans atau ekstase, tetapi ia sombong, merasa unggul, hebat sendiri, tak mau kumpul dengan jemaat, maka pengalaman "mistiknya" itu amat pantas dipertanyakan dan diragukan.
Sebenarnya dengan perayaan Ekaristi, kita senantiasa mengalami kesatuan dengan Tuhan. Dalam Ekaristi, kita mengalami kasih Tuhan sendiri. Bahkan kesatuan kita dengan Tuhan sangat istimewa, yakni melalui santapan Tubuh (dan kadang-kadang Darah) Kristus sendiri. Pengalaman mistik menemukan puncak ungkapannya justru dalam misa kudus!
Hari ke-7
Merenungkan
EKARISTI PUSAT HIDUP PARA IMAM
"Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya bahwa Aku datang dari Allah" (Yoh 16:27).
Suatu hari ada seorang imam muda mengeluh kepada Rama yang lebih senior. "Wah, hari ini saya harus misa 3 kali. Kemarin 3 kali, besok ya janjian 3 kali. Misaaaaa terus..." Rama yang lebih senior itu memandang dengan penuh kasih adiknya itu, dan dengan lembut dan bijak berkata: "Lho Rama, bukankah untuk itu kita ditahbiskan?" Imam yang lebih muda itu terdiam. Ia menarik napas panjang, sambil berkata: "Iya ya Rama ..... he he he"
Pada kesempatan Tahun Ekaristi ini, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II berkata kepada para imam: "Para imam, rayakanlah Misa Kudus setiap hari dengan kegembiraan dan semangat yang sama seperti Misa Pertamamu dahulu, dan sukailah untuk menghabiskan banyak waktu untuk berdoa di depan Sakramen Mahakudus". Betapa pentingnya Ekaristi bagi hidup para imam. Para Bapa Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Ekaristi adalah pusat dan akar seluruh kehidupan imam. Bahkan Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa Ekaristi itu alasan adanya (raison d'ĂȘtre) sakramen imamat. Artinya, adanya sakramen imamat atau tahbisan imam itu karena Ekaristi dan demi Ekaristi. Itu berarti, seorang imam yang tidak suka misa setiap hari, sama saja ia mengingkari imamatnya sendiri.
Kita sebagai umat beriman perlu banyak berdoa bagi para imam kita yang sungguh telah memberikan hidupnya untuk pelayanan Ekaristi kita. Kita mensyukuri imam-imam yang begitu murah hati dan suka melayani misa kudus untuk umatnya. Jangan lupa, kita juga perlu berdoa untuk calon imam, agar mereka juga bisa mencintai Ekaristi dan besok jadi imam-imam yang baik dan suci.
Hari ke-8
Merenungkan
EKARISTI HARI MINGGU
"Dengan sehati mereka semua bertekun dalam doa bersama dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus" (Kis 1: 14).
Banyak orang begitu terkesan dengan orang-orang Katolik. Setiap hari Minggu, seperti hari ini, mereka dengan pakaian yang pantas, entah sendirian atau bersama-sama, pergi ke gereja untuk mengikuti Ekaristi. Misa hari Minggu sudah menjadi misa umat. Setiap orang Katolik sudah tahu bahwa ia harus pergi ke gereja mengikuti Ekaristi pada hari Minggu. Kalau enggan pergi ke gereja, muncullah rasa bersalah pada diri kita. Rasanya ada yang kurang! Kebiasaan berkumpul dan merayakan Ekaristi pada hari Minggu memang sudah kebiasaan orang kristiani sejak awal mula. Gereja para rasul sudah memulai kebiasaan ini.
Mengapa Ekaristi hari Minggu itu begitu penting? Karena hari Minggu adalah hari Tuhan. Minggu berasal dari kata Portugis Dominggos, suatu bentukan kata dari kata dasar bahasa Latin Dominus yang berarti Tuhan. Maka hari Minggu berarti hari Tuhan. Mengapa hari itu disebut hari Tuhan? Karena pada hari itu Tuhan Yesus bangkit dari wafat-Nya. Maka kalau orang Yahudi punya hari Sabat, kita orang Kristen mempunyai hari Minggu. Hari Minggu dulu dibuat libur bukan sekedar untuk istirahat dari kerja saja, karena capai. Bukan! Hari Minggu dibuat libur agar orang bisa mempunyai waktu untuk Tuhan, yakni mengikuti Ekaristi. Sayang sekali, kini banyak orang menggunakan week end hanya untuk istirahat dan lupa Ekaristi. Lalu Ekaristi hari Minggu merupakan Ekaristi umat, artinya perayaan liturgi hari Minggu merupakan perayaan liturgi seluruh umat beriman. Maka sebaiknya yang namanya Perayaan Ekaristi keluarga atau untuk ujud pribadi janganlah mengorbankan Perayaan umat hari Minggu. Ekaristi hari Minggu untuk ujud keluarga atau pribadi sebaiknya sungguh dikonsultasikan dengan pastor paroki, dan jangan asal punya kenalan Romo sendiri lalu langsung Ekaristi, tanpa ambil pusing dengan kebiasaan dan kebijaksanaan paroki setempat.
Hari ke-9
Merenungkan
EKARISTI HARIAN
"Semuanya itu telah Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku" (Yoh 16:33).
Cukup banyak umat kita yang suka dengan Ekaristi harian. Harus diakui bahwa pada umumnya yang hadir pada Ekaristi harian ya itu-itu saja. Tak apalah. Semoga saja semakin banyak orang suka menghadiri Ekaristi harian. Banyak yang tidak bisa datang karena mepetnya waktu. Orang sulit ikut misa harian karena kesibukan dan kerepotan harian pada waktu pagi maupun karena harus sudah berangkat pagi-pagi sekali ke kantor atau sekolah. Mungkin sebenarnya banyak dari kita yang bisa ikut Ekaristi harian pagi hari atau sore hari tetapi tidak pergi. Entah karena tidak punya dorongan untuk itu, atau sulit bangun pagi ataupun karena malas. Nah, kalau karena alasan-alasan tersebut, baiklah kita merenung sejenak: Mengapa kita bisa begitu?
Ekaristi harian memang tidak ada dalam tingkatan "wajib" sebagaimana Ekaristi mingguan. Ekaristi harian mungkin boleh disebut dalam tataran devotif. Akan tetapi banyak dari kita yang rajin ikut Ekaristi harian sungguh mendapatkan karunia dan berkat melimpah karenanya. Setiap hari yang dimulai dengan doa dan mohon kekuatan dari Tuhan melalui Ekaristi akan menjadi hari yang penuh syukur. Menurut bahasa orang sekarang: kita menjadi lebih pede aja lagi. Kita menjadi pede (= percaya diri) bukan karena kita akan menjadi lebih hebat seperti dalam iklan itu, tetapi kita menjadi pede karena kita telah bersatu dengan Tuhan dan kini Tuhan menjadi jaminan dan andalan hidup kita. Maka segala suka-duka yang akan dialami pada setiap harinya akan kita persembahkan kepada Tuhan dan biarlah Tuhan mengurus hariku itu.
Hari ke-10
Merenungkan
KOK ADA TPE BARU?
"Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus" (Yoh 17:3).
Kebanyakan orang Katolik di Indonesia sekarang ini sudah mendengar bahwa TPE kita yang sekarang akan diganti. Kita akan mempunyai TPE baru. Apa sih TPE itu? TPE itu singkatan dari Tata Perayaan Ekaristi. Istilah bahasa Latin untuk TPE itu Ordo Missae, yang dalam bahasa Inggrisnya berbunyi The Order of the Mass. Pokoknya, TPE itu tata liturgi tentang bagaimana misa kudus dirayakan. Ada TPE untuk para imam, yang disediakan di altar itu. Lalu ada TPE untuk umat yang biasanya terdapat dalam buku-buku Doa dan Nyanyian seperti Puji Syukur dan Madah Bakti. Mengapa TPE harus diganti? Sebab TPE kita yang sekarang ini merupakan TPE yang bersifat sementara, edisi percobaan, yang istilah Latinnya: edisi ad experimentum. Lha ya namanya saja hanya edisi sementara atau percobaan, maka TPE kita selama ini harus diganti dengan yang definitif. TPE kita yang selama ini kita pakai aslinya merupakan TPE yang disusun pada tahun 1978 - 1979 dan mengembangkan lebih lanjut buku Aturan Upatjara Misa dari tahun 1971. Ternyata proses penyusunan dan pembuatan TPE yang definitif itu sangat lama, rumit dan tidak mudah. Prosedurnya juga tidak segampang seperti kalau kita mau membeli ketela atau pisang di pasar. TPE itu teks resmi. Teks TPE itu harus disahkan oleh para Uskup Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan harus mendapatkan pengakuan (recognitio) dari Tahta Suci.
Mengapa proses TPE tidak mudah? Karena TPE itu bersangkutpaut dengan Perayaan Ekaristi yang menjadi sumber dan puncak kehidupan umat kristiani sejagat, sedunia dan sepanjang zaman. Dalam Ekaristi identitas iman Gereja sepanjang zaman dan dan seluas dunia dipertaruhkan. Maka urusan TPE itu urusan yang tidak main-main. Soalnya serius!
Hari ke-11
Merenungkan
APA YANG BARU DAN PALING POKOK DARI TPE?
"Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan!" (Kis 2:28)
Ada orang yang komentar: "Wah TPE baru nanti berbeda sekali ya dari TPE yang sekarang?" Sementara orang lain berkata:
"Saya dengar, umat nanti hanya jadi penonton ya dalam TPE baru. Kan umat sama sekali tidak boleh ikut mengucapkan DSA".
Sebenarnya TPE baru kita tidak seperti yang dibayangkan dalam komentar-komentar itu. Tentu ada yang baru dalam TPE baru kita. Tetapi yang namanya teologi TPE, struktur pokok Perayaan Ekaristi, tempat Kitab Suci yang begitu penting, pengaturan penanggalan liturgi dsb itu tetap sama. Tidak berubah. Perubahan paling mencolok dan penting adalah bagian DSA (Doa Syukur Agung). Dengan TPE selama ini kita umat beriman biasa banget ikut mengucapkan beberapa bagian dari rumusan DSA. Ijin bagi umat untuk ikut mengucapkan beberapa bagian rumusan DSA itu sebenarnya diberikan oleh para uskup (Indonesia) pada waktu itu sebagai ijin yang bersifat sementara atau percobaan. Sekali lagi itu hanya izin ad experimentum. Itu pun umat hanya mbonceng, dan tetap imamlah yang pokok dan harus mengucapkan utuh. Setelah dievaluasi baik oleh para uskup KWI maupun oleh Tahta Suci, disepakati bersama untuk mempraktekkan cara mendoakan DSA yang sesuai dengan Tradisi Gereja sepanjang zaman dan di seluruh dunia. Cara tersebut tidak lain ialah DSA yang hanya diucapkan oleh imam saja, sementara itu umat ikut berdoa dalam hati sambil menjawab aklamasi yang memang menjadi bagian umat, yaitu: aklamasi dialog pembukaan prefasi, Kudus, aklamasi anamnesis, dan AMIN pada akhir Doxologi.
Mendoakan DSA seperti dalam TPE baru itu adalah hal yang amat lazim di seluruh dunia. Apa yang kita praktekkan selama ini memang hanya terjadi di Indonesia. Dan kita harus rendah hati untuk kembali ke model yang umum berlaku di seluruh dunia, kalau Gereja kita masih ingin disebut Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Hari ke-12
Merenungkan
MAKNA PARTISIPASI DALAM EKARISTI
"Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita" (Yoh 17:21).
Ambil bagian berarti ikut serta atau terlibat. Orang yang datang ke pesta dan ikut ambil-bagian dalam pesta, tentu orang itu masuk dan terlibat penuh di dalam pesta itu. Ia ikut mengurus persiapan sejak awal, ikut terlibat ke sana ke mari, ikut seluruh acaranya dari awal hingga selesai. Tidak hanya itu, orang itupun ikut mengevaluasi. Inilah keterlibatan penuh.
Seluruh umat beriman juga diundang untuk ambil bagian secara penuh dalam perayaan Ekaristi. Tetapi keterlibatan atau partisipasi tersebut tidak sama saja. Masing-masing orang punya tugas sendiri-sendiri yang tidak selalu sama. Tentu berbeda dong antara ketua panitya dan bendahara panitya serta seksi tempat atau konsumsi. Nanti ada yang tampil di depan panggung, dan ada yang tetap di belakang seperti tukang masak, juru parkir, dan seksi sound system. Pokoknya ada pembagian peran dan tugas. Lalu saat sambutan, tentu saudara Ketua atau Pemimpin harus tampil dan mewakili kelompok atau rakyatnya untuk memberi ucapan ini itu.
Demikian pula keterlibatan kita dalam Ekaristi. Semua diundang untuk terlibat penuh sejak awal hingga akhir. Namun bagaimana kita terlibat dalam Ekaristi tergantung pada peran dan tugas kita masing-masing. Di sinilah kita mengenal tugas khas masing-masing, entah itu imam, diakon, prodiakon, lektor, pemazmur dan umat lainnya. Ada bagian tertentu seperti pidato yang harus diucapkan oleh pemimpin atau ketua. Itu pula bagian DSA dalam Misa Kudus yang harus didoakan imam. Partisipasi itu tidak sama dengan semuanya serba sama dan ikut serta dalam segalanya. Ada orang-orang yang harus mengisi acara dengan tarian, tetapi tidak usahlah semua tamu harus ikut menari seperti para penari itu. Banyak hal memang harus dipertimbangkan.
Hari ke-13
Merenungkan
SEMANGAT KESATUAN DALAM GEREJA
Tuhan bersabda kepada Simon Petrus: "Gembalakanlah domba-domba-Ku" (Yoh 21:17).
Pernah terdengar komentar seperti ini: "Wah TPE baru nanti adalah suatu kemunduran ya? Katanya kita kembali ke Pra-Vatikan II ya?" Yang lain lagi berkata: "TPE baru nanti membuat umat pasif ya?" Terus terang saja, komentar-komentar ini tidak tepat.
TPE baru kita bukanlah TPE yang mau kembali ke tatacara misa zaman pra-Vatikan II. Mengapa? Sebab misa zaman pra-Vatikan II kan dirayakan dalam bahasa Latin, imamnya membelakangi umat, dan hanya ada satu buah DSA saja. Padahal TPE kita yang baru merupakan penyempurnaan TPE lama kita, sesudah disesuaikan dengan berbagai dokumen liturgi yang baru dari Tahta Suci dan evaluasi atas TPE kita yang lama. TPE kita sungguh-sungguh merupakan tatacara perayaan Ekaristi menurut semangat Konsili Vatikan II, dirayakan dalam bahasa Indonesia atau pribumi, imam dan umat dalam kesatuan umat Allah, dan dalam TPE baru ada 10 buah DSA.
Semangat yang perlu kita bangun dalam menyambut sosialisasi TPE baru ialah semangat keterbukaan, sukacita, ketekunan dan ketaatan kepada Gereja yang suci dan kudus ini. Kita memang datang ke misa dengan berbagai ujud pribadi. Kita punya permohonan ini itu sesuai dengan si-kon diri kita masing-masing. Tetapi kita mesti ingat bahwa merayakan Ekaristi itu juga soal merayakan BERSAMA seluruh Gereja. Kita ini satu communio dengan seluruh Gereja. Ada hal-hal bersama yang memang harus kompak dan satu karena menyangkut hal yang esensial atau hakiki. DSA termasuk yang hakiki dalam TPE Gereja Katolik. Sementara itu ada hal-hal lain yang boleh berbeda dan khas karena menyangkut perkara yang tidak baku dan pokok. Yang terakhir ini misalnya soal nyanyian, doa umat, iringan dengan tarian dsb.
Hari ke-14
Merenungkan
HAL-HAL BARU DALAM TPE BARU
"Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama Tuhan" (Mzm 113:3).
Sesuatu yang baru biasanya terasa agak kaku, belum luwes, belum biasa. Demikian pula kita akan merasa kagok juga dengan beberapa hal baru dalam TPE baru nanti. Tetapi itu hanyalah masalah kebiasaan. Itu masalah waktu.
Beberapa hal baru sebaiknya mulai kita kenal:
1. Salam yang sama sekali baru: Imam "Tuhan bersamamu", Umat "Dan bersama rohmu".
2. Salam lama yang masih terus boleh dipakai: Imam "Tuhan sertamu", Umat "Dan sertamu juga".
3. Salam Imam dan umat yang berbunyi "Tuhan berserta kita", "Sekarang dan selama-lamanya" dalam TPE baru tidak boleh digunakan lagi. Alasan Tahta Suci: salam mesti merupakan dialog antara imam dan umat.
4. Aklamasi di sekitar pembacaan Injil:
TPE LAMA
TPE BARU
I Tuhan sertamu atau Tuhan beserta kita
U Dan sertamu juga atau Sekarang dan selama- lamanya
I Inilah Injil Yesus Kristus menurut (Matius)
U Terpujilah Kristus
Pembacaan Injil
I Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U Tanamkanlah Sabda-Mu ya Tuhan dalam hati kami.
Atau
I Demikianlah Sabda Tuhan
U Terpujilah Kristus
Atau
I Sekianlah pembacaan dari Kitab Suci pada hari ini
U Terpujilah Kristus
Catatan:
Yang dicetak miring - hilang dalam TPE baru
I Tuhan sertamu atau Tuhan bersamamu
U Dan sertamu juga atau Dan bersama rohmu
I Inilah Injil Yesus Kristus menurut (Matius)
U Dimuliakanlah Tuhan
Pembacaan Injil
I Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U Sabda-Mu adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup kami.
Atau
I Demikianlah Injil Tuhan
U Terpujilah Kristus
Atau
I Inilah Injil Tuhan kita
U Sabda-Mu sungguh mengagumkan
Catatan:
Yang dicetak tebal - hal baru dalam TPE baru
5. Dalam TPE baru, aklamasi anamnese pada DSA menggunakan model lagu dan syair seperti yang sekarang ini terdapat dalam buku Puji Syukur!
6. Doa damai dalam TPE Baru hanya didoakan oleh imam saja. Jadi imam tidak lagi mengajak doa bersama seperti dalam TPE lama.
Hari ke-15
Merenungkan
EKARISTI DAN TUMBUHNYA PAGUYUBAN-PAGUYUBAN
"Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat" (Kis 2:1).
Marilah kita perhatikan sebidang sawah yang subur! Sawah itu baru saja dipersiapkan sebagai lahan untuk persemaian benih padi. Sawah itu sudah dicangkuli, tanahnya sudah dicampuri pupuk-pupuk yang baik, diairi secara cukup, dan sinar matahari juga memadai. Dan lihatlah benih-benih padi yang ditaburkan dahulu, kini sudah bertunas, tumbuh, sehingga seluruh bidang permukaan sawah itu kini hanya tampak kehijauan, subur.
Lukisan sawah yang subur dengan tunas-tunas tanaman padi yang mulai tumbuh itu pas dan sesuai untuk menggambarkan tumbuhnya paguyuban-paguyuban di tengah umat kita berkat Ekaristi. Sawah itu adalah diri kita, umat beriman. Benih itu adalah Sabda Allah yang hidup yang ditaburkan melalui pewartaan dan perayaan Ekaristi. Lalu yang namanya air, makanan dan pupuk yang terdapat dalam tanah dan air, sinar matahari dan udara yang sesuai dan kondusif itu adalah apa yang menjadi buah dari Perayaan Ekaristi. Ekaristi yang kita rayakan memungkinkan umat beriman memperoleh sumber kekuatan, dorongan, arah dan inspirasi bagi semangat untuk membangun paguyuban-paguyuban.
Tumbuhnya paguyuban-paguyuban itu tampak dalam makin seringnya umat beriman berkumpul. Orang Jawa bilang: "Mangan ora mangan, waton kumpul". Artinya, yang penting kumpulnya itu, bukan makannya. Yang namanya rapat-rapat, meski mbosenin, pertemuan-pertemuan umat, meski seolah tanpa hasil, apapun bentuknya, tetaplah sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Bagaimana supaya kita tidak bosan kumpul, rapat, pertemuan dsb? Sebagai orang Katolik jawabannya jelas: rayakan Ekaristi sesering mungkin, paling tidak seminggu sekali, syukur-syukur setiap hari. Dengan Ekaristi, orang memperoleh kekuatan untuk membangun semangat paguyuban itu.
Hari ke-16
Merenungkan
EKARISTI DAN KEMISKINAN
"Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan" (Yak 3:13).
Pada saat persiapan persembahan menjelang bagian DSA pada misa kudus, imam mencampurkan air sedikit ke dalam anggur di dalam piala sambil berkata: "Sebagaimana dilambangkan oleh percampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam keallahan Kristus, yang telah berkenan menjadi manusia seperti kami". Rumusan ini gubahan dari kata-kata santo Irenius. Kristus yang adalah Allah berkenan menjadi manusia yang miskin seperti kita, agar kita boleh ambil bagian dalam keallahan Kristus. Santo Paulus merumuskan hal ini dengan kata-kata: "Yesus Kristus yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya" (2 Kor 8:9).
Setiap kita merayakan Ekaristi, kita merayakan peristiwa penebusan Tuhan Yesus atas segala dosa kita. Peristiwa penebusan Kristus justru terjadi bukan melalui tindakan kemenangan heroik melalui pedang, kepandaian, kepopuleran ala AFI atau KDI, atau melalui kuasa dan jabatan seperti menjadi Raja, Kaisar atau seorang jendral. Tidak. Yesus menebus kita melalui jalan perendahan, kemiskinan, kehinaan, kekalahan, ketidakpopuleran, dijauhi orang, dikhianati dan dimusuhi, dan bahkan dibunuh di salib! Namun justru melalui jalan perendahan dan kemiskinan itulah Yesus dimuliakan oleh Bapa dan menjadi Penyelamat dan Penebus seluruh umat manusia. Dan persis peristiwa penderitaan dan kemiskinan inilah yang kita rayakan dalam misa kudus.
Dengan misa kudus, kita pun diutus untuk bersaksi atas penebusan Kristus yang dilalui melalui penderitaan dan jalan kemiskinan. Hidup miskin, sederhana dan rendah hati adalah buah-buah orang yang banyak ber-Ekaristi.
Hari ke-17
Merenungkan
EKARISTI DAN SAKRAMEN-SAKRAMEN
"Barangsiapa menerima Aku, sebenarnya bukan Aku yang mereka terima, melainkan Dia yang mengutus Aku" (Yoh 9:37).
Kita suka mengadakan acara-acara bersama dengan keluarga, komunitas atau teman kerja atau teman sekolah/mahasiswa. Entah nonton bersama, piknik bersama, makan bersama, mancing bersama, sepeda gembira bersama, dst. Bukankah acara-acara bersama ini sebenarnya hanya bentuk atau cara agar persahabatan dan persaudaraan kita dengan mereka semakin baik dan akrab? Piknik bersama, makan bersama atau mancing bersama hanyalah bentuk ungkapan dari isi pokok yang menjadi inti acara: keakraban dan persaudaraan yang erat.
Demikian pula persahabatan dengan Allah yang menjadi isi pokok liturgi kita terungkap dalam aneka bentuk perayaan: perayaan-perayaan sakramen, ibadat sabda, ibadat harian, dan aneka doa dan ibadat, termasuk berbagai praktek devosi kita.
Dari semua bentuk perayaan tersebut, Perayaan Ekaristi tetap menjadi 'juara' dan menduduki rangking paling tinggi dan paling penting. Model tingkatan dan rangking pentingnya suatu perayaan sudah sangat biasa dalam hidup harian kita. Misalnya dari acara harian kita, mungkin acara berjumpa dengan bos di kantor jauh lebih penting daripada acara nonton sinetron di Televisi malam nanti. Acara ujian pendadaran jauh lebih penting bagi mahasiswa dibandingkan acara hobi naik gunung. Demikian pula kita mengenal tujuh sakramen dalam Gereja Katolik: Baptisan, Krisma, Ekaristi, Tobat, Perkawinan, Imamat dan Pengurapan orang sakit. Dari ketujuh sakramen itu, Perayaan Ekaristi merupakan perayaan sakramen paling penting dan tertinggi. Lihat saja, kita merayakan perayaan sakramen lain biasa dilanjutkan dengan Ekaristi. Entah baptisan atau perkawinan, sejauh memungkinkan kita rayakan dalam Perayaan Ekaristi.
Hari ke-18
Merenungkan
EKARISTI - PUSAT HIDUP KAUM RELIGIUS
"Siapa yang mencintai kebijaksanaan mencintai kehidupan, dan barangsiapa pagi-pagi menghadapinya akan penuh sukacita.
Siapa yang berpaut padanya mewarisi kemuliaan,
dan ia diberkati Tuhan di manapun ia berlangkah" Sirakh 4:12-13.
Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II berkata kepada kaum religius bahwa Ekaristi adalah jantung hidup kaum religius. Beliau menekankan pentingnya para biarawan-biarawati mengikuti Ekaristi setiap hari. Mengapa? "Karena hakekatnya Ekaristi berada di pusat hidup bakti bagi orang-orang perorangan maupun bagi komunitas-komunitas. Ekaristi ialah 'viaticum' (bekal perjalanan) dan sumber sehari-hari bagi hidup rohani untuk anggota perorangan maupun Tarekat" begitu kata Bapa Suci dalam Anjuran Apostolik, Vita Consecrata (no. 95). Demikianlah meski disibukkan oleh berbagai tugas perutusan, biarawan-biarawati tetap perlu meletakkan Ekaristi sebagai pusat hidupnya dan oase penyegar kehidupannya yang tidak mudah itu.
Kaum religius sesuai dengan namanya sungguh dipanggil untuk menjadi 'ahli dan utama' dalam hal hidup rohani dan religius. Dengan Ekaristi, kaum religius akan sanggup mengatasi ketegangan hidup harian yang bisa menyeret dan membuyarkan pemusatan perhatian. Melalui kurban Ekaristi, mereka akan menemukan pusat sejati hidup dan pelayanan mereka, yakni kekuatan rohani yang dibutuhkan untuk mengolah pelbagai tanggungjawab pastoral dari hidup religiusnya. Kendati tidak bisa dipungkiri, kadangkala para religius kehilangan 'gairah' untuk merayakan Ekaristui sebagai sumber dan puncak hidup mereka.
Ketika mengikuti Ekaristi, mekanisme yang terjadi adalah suatu rutinitas, kewajiban bahkan mungkin beban. Maka setiap hari membaharui lagi kesadaran akan anugerah yang begitu mendalam dan sangat nyata akan "realis Praesentia - Kehadiran nyata" Tubuh dan Darah Tuhan Yesus dalam rupa roti dan anggur, sungguh menjadi harta warisan yang teragung dari Junjungan kita, Yesus Kristus.
Hari ke-19
Merenungkan
EKARISTI SEBAGAI PUSAT HIDUP PARA CALON IMAM
"Jika garam menjadi hambar, dengan apakah kalian akan mengasinkannya? Hendaklah kalian selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai seorang akan yang lain." (Mrk 9:50)
Ekaristi dan Imamat tidak bisa dipisahkan. Demikian juga para calon-calonnya (frater dan seminaris) tidak bisa lepas dari Ekaristi. Sri Paus Yohanes Paulus II berpesan bahwa Ekaristi adalah prinsip dan inti alasan adanya sakramen imamat, yang memang timbul pada saat pendasaran Ekaristi.
Penghormatan kepada Ekaristi tidak dengan sendirinya dipunyai setelah menerima sakramen imamat. Apabila sejak seminaris atau frater ia tidak setia merayakan Ekaristi, jangan mengandaikan bahwa setelah menerima tahbisan ia akan menjadi pelayan Ekaristi yang baik. Memang, ia menjadi imam dan merayakan Ekaristi, namun bisa jadi ia merayakan Ekaristi itu sebagai kewajiban. Hasilnya, ia mendoakan doa-doa Ekaristi dengan cepat tanpa penghayatan yang baik. Kotbah kurang dipersiapkan, hidup imamat tidak didukung dengan doa pribadi. Sangkanya bahwa kalau sudah menjalankan tugas memimpin misa (Ekaristi) sudah selesai. Umat dapat merasakannya!
Seandainya ia pandai dalam hal keuangan, atau komputer, atau karang-mengarang, bisa diskusi di mana-mana, namun lupa dan melupakan perayaan Ekaristi, tentu ia tidak menyadari tugas utama yang nanti akan diembannya. Frater atau seminaris tersebut salah alamat bila masuk Seminari. Ia adalah seminaris yang kehilangan ke-seminaris-an. Ia adalah frater yang kehilangan arah dan orientasi panggilan. Halnya garam ya kehilangan rasa asin dan menjadi hambar. Tidak ada gunanya, dan dibuang.
Bila kita menginginkan panggilan imam tetap berlangsung, kiranya keluarga-keluarga kristiani juga turut mempersiapkan pendidikan iman sejak masa kanak-kanak. Kebiasaan yang baik yang dialami anak sejak kecil akan terekam terus di saat dia menginjak masa remaja dan dewasa. Pengalaman itu turut mewarnai dalam memilih panggilan hidupnya.
Hari ke-20
Merenungkan
EKARISTI DAN KAUM MUDA
"Sahabat setiawan merupakan perlindungan yang kokoh, barangsiapa menemukan orang serupa itu sungguh mendapat harta. Sahabat setiawan tiada ternilai, dan harganya tidak ada tertimbang. Sahabat setiawan adalah obat kehidupan, orang yang takut akan Tuhan memperolehnya" (Sirakh 6:14-16).
Rasanya selalu ada kerinduan di antara orang muda untuk bersahabat, bisa cerita dan curhat, apalagi diterima dan dipahami keadaannya. Dari pelbagai kesempatan perjumpaaan, rasanya juga tetap ada kerinduan mendalam dalam diri kaum muda untuk bisa mengikuti Perayaan Ekaristi yang menyentuh hatinya. Hal ini terbukti dari pelbagai macam eksperimen serta dialog yang dibuat antar kelompok kaum muda dengan pastor moderator atau pastor paroki kalau akan diselenggarakan Ekaristi khusus untuk kaum muda. Seringkali terjadi ketegangan antara keinginan memberi kesempatan dan keterlibatan seluas-luasnya bagi kaum muda, juga dengan pelbagai eksperimen yang dimungkinkan, dengan aturan main yang berlaku di dalam Gereja kalau kita mau merayakan liturgi resmi Gereja. Hal-hal semacam ini tidak cukup hanya diandaikan, bahwa masing-masing pihak sudah tahu hal-hal yang pokok. Ternyata masih dibutuhkan penjelasan dan pemahaman antara hal-hal pokok yang sesuai dengan kaidah liturgi resmi dengan beberapa hal yang bisa disesuaikan dengan situasi real kaum muda. Paus Yohanes Paulus II melalui Ensiklik Ecclesia De Eucharistia artikel 52 menulis: "Misteri Ekaristi ini terlalu agung bagi siapapun untuk merasa bebas memperlakukannya secara ringan dan dengan mengabaikan kesucian dan universalitasnya." Sedangkan instruksi VI tentang sejumlah hal yang perlu dilaksanakan atau dihindari berkaitan dengan Ekaristi Mahakudus, Redemptionis Sacramentum artikel 27 menegaskan kembali bahwa "sudah sejak tahun 1970 Tahta Apostolik memperingatkan bahwa semua eksperimen sekitar perayaan Misa Kudus harus berhenti. Pernyataan ini diulang pada tahun 1988. Maka baik Uskup-uskup secara pribadi maupun Konferensi Uskup tidak mempunyai wewenang untuk mengizinkan eksperimen dengan teks-teks liturgi atau semua hal lain yang ditetapkan dalam buku-buku liturgi."
Saatnya bagi kita semua untuk menata kembali kehidupan liturgi resmi kita sesuai dengan aturan main Gereja. Juga kalau kita mau mengadakan inkulturasi. "Adapun kegiatan-kegiatan inkulturasi di bidang liturgi, hendaknya diperhatikan dengan teliti dan lengkap norma-norma khusus yang sudah ditetapkan".
Hari ke-21
Merenungkan
EKARISTI DAN ANAK-ANAK
"Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku! Jangan menghalang-halangi mereka! Sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah"(Markus 10: 14).
Setiap orang beriman kristiani melalui imamat umumnya dipanggil untuk terlibat dan ambil bagian dalam perayaan Ekaristi. Demikian pula meski masih kecil, anak-akan juga harus dididik, dituntun dan disadarkan untuk ikut ambil bagian dalam misa kudus yang dirayakan. Untuk itu dibutuhkan keterlibatan yang lebih sederhana. Misalnya, anak-anak sejak dini dibiasakan untuk ikut hadir dalam Misa Kudus. Anak kita latih untuk ikut duduk mendengarkan Sabda Tuhan bersama dengan anggota keluarga yang lain, atau disadarkan untuk rela berbagi dengan orang lain dengan memasukkan derma pada saat kolekte, maju berarak ke depan altar bersama dengan anak-anak lainnya untuk menerima berkat dari imam. Semua ini akan menjadi kebiasaan yang baik yang ditanamkan sejak dini. Membiarkan anak-anak (sejak awal Ekaristi sampai saat komuni) bermain di halaman luar gedung gereja selama perayaan Ekaristi berlangsung, tentu bukan tradisi yang layak diwariskan. Ada paroki-paroki yang mengadakan Ibadat Sabda khusus untuk anak-anak di ruang tersendiri selama berlangsungnya Perayaan Ekaristi. Kebiasaan ini memang mempunyai untung-ruginya sendiri. Keuntungannya ialah bahwa anak-anak bisa dipersiapkan menurut tata ibadat yang dikhususkan untuk mereka, dengan bahasa dan gaya mereka sendiri. Sabda Allah bisa sungguh kena dan menyapa mereka. Tetapi kerugiannya ialah bahwa mereka dipisahkan dari kebersamaan seluruh umat beriman. Mereka tidak mengalami penuh paguyuban umat beriman yang sedang ber-Ekaristi. Mungkin sebagai jalan tengahnya ialah bahwa ibadat sabda untuk anak-anak itu memang hanya diperuntukkan bagi anak-anak pada usia yang khusus, menurut periode usia tertentu dan terbatas pula. Artinya, jangan sampai seorang anak sama sekali tidak pernah ikut orangtuanya atau keluarganya untuk secara bersama-sama hadir dalam Ekaristi mingguan.
Hari ke-22
Merenungkan
EKARISTI DAN PAGUYUBAN-PAGUYUBAN PENGHARAPAN
"Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian" (2 Kor 13:13).
Berita tentang bencana gempa dan Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 menghentakkan dunia. Daerah Sumatera Utara, terutama Aceh, mengalami kerusakan yang amat parah. Tercatat waktu itu bahwa 11 negara terkena gelombang tsunami. Ada sebuah cerita yang menarik. Ada seorang anak Katolik yang masih SD di Jawa. Ia meminta ibunya agar ia diantar ke pastor untuk menyerahkan uang tabungannya yang selama ini ia kumpulkan di celengan. Anak itu ingin ikut menyumbangkan uangnya untuk korban bencana Tsunami. Inilah contoh semangat solidaritas.
Semangat solidaritas atau semangat berbelarasa adalah semangat dari orang-orang yang menghayati paguyuban pengharapan. Orang yang penuh pengharapan hidupnya berdasarkan pada kekuatan Allah saja. Dan orang yang hidupnya hanya bergantung pada Allah akan mudah sekali berbelarasa, terutama dengan sesamanya yang menderita. Mengapa? Sebab orang tersebut telah mengalami sendiri betapa Allah mengasihinya, betapa Allah telah berbelarasa dan amat peduli pada penderitaan dan perjuangannya.
Perayaan Ekaristi adalah perayaan Solidaritas Allah kepada umat-Nya. Peristiwa penebusan Kristus yang kita rayakan dalam Ekaristi adalah peristiwa belarasa Allah kepada nasib manusia. Allah tidak rela manusia hancur. Maka Ia mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus. Kristus menjadi manusia, senasib dengan kita, mau mati demi kita. Dan karena wafat-Nya, kita diselamatkan. Itulah yang dirayakan dalam misa kudus. Kita yang menghadiri misa kudus itu membangun paguyuban pengharapan. Pengharapan itu muncul bertolak dari kehadiran Tuhan yang istimewa dalam Ekaristi. Dan pengalaman ini mendorong kepada semangat solidaritas atau belarasa!
Hari ke-23
Merenungkan
EKARISTI DAN PELAJAR
"Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Markus 10:17).
Injil Markus tidak memberi keterangan langsung, siapa yang berlari-lari dan bertanya kepada Yesus, sedangkan Injil Matius memberi spesifikasi. Yang berlari-lari dan datang kepada Yesus ini adalah "Orang Muda yang Kaya". Siapapun kita, muda atau tua, kaya atau serba kekurangan, pria atau perempuan, diundang untuk bertanya kepada Yesus, sekaligus siap dengan perubahan sikap untuk berbuat demi 'memperoleh hidup yang kekal.'
Yesus Kristus, melalui Gereja telah mewariskan kepada kita warisan kehidupan rohani dan tanda penyertaanNya bagi kita dengan Sakramen Ekaristi. Kesadaran yang perlu kita bangun dalam kehidupan kita akan pelbagai misteri illahi yang kebenarannya diajarkan kepada Gereja, perlu diwariskan dari generasi ke generasi. Para pelajar Katolik adalah Remaja dan Kaum Muda milik Gereja yang perlu menyadari buah-buah rohani dari Ekaristi yang kita rayakan. Buah utama penerimaan Ekaristi di dalam komuni ialah persatuan yang erat dengan Yesus Kristus. Tuhan bersabda: "Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia (Yoh. 6:56). Kehidupan di dalam Kristus mempunyai dasarnya di dalam perjamuan Ekaristi: "Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa memakan Aku, akan hidup oleh Aku" (Yoh. 6:57). Buah-buah lain dari Ekaristi adalah: Ekaristi menyampaikan rahmat pengampunan dosa. Sekaligus berkat Ekaristi, orang dilindungi dari banyak dosa. Oleh cinta yang disulut di dalam kita, Ekaristi bisa membantu kita untuk jauh dari dosa berat pada masa mendatang. Karena semakin kita ambil bagian dalam hidup Kristus, dan semakin kita bergerak maju dalam persahabatan denganNya, semakin kurang pula bahaya bahwa kita memisahkan diri dari-Nya oleh dosa besar. Ekaristi yang kita terima juga membangun Gereja. Komuni membaharui, memperkuat dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan. Dan terakhir, Ekaristi mewajibkan kita berpihak terhadap kaum miskin. Karena kita harus mengakui kehadiran Kristus di dalam orang-orang termiskin, saudara-saudaraNya (Mat 25:40).
Hari ke-24
Merenungkan
EKARISTI DAN KELOMPOK KATEGORIAL
"Sesungguhnya setiap orang yang karena aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya ... orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat ...." (Mrk 10:29-30)
Seringkali ada kelompok-kelompok tertentu yang berinisiatif mengadakan perayaan Ekaristi. Misalnya, setiap hari Jumat pertama dalam bulan, karyawan beberapa kantor di sekitar gereja Fransisikus Xaverius, pada siang hari - saat orang istirahat siang - mengadakan perayaan Ekaristi. Ekaristi ini dipersiapkan secara bergantian. Jumat bulan ini dari karyawan kantor A, bulan depan kantor B; atau, karyawan beberapa kantor bergabung mempersiapkannya. Bahkan mereka mempersiapkan teks misa yang disatukan dalam buletin bulanan. Doa-doa dibuat sendiri dan nyanyian-nyanyian dipersiapkan sehingga Ekaristi sungguh menanggapi kebutuhan konkret jemaat yang hadir. Bisa jadi, di parokinya orang tidak bisa bertugas; namun di Ekaristi karyawan ini, ia mendapatkan pengalaman baru. Diharapkan pengalaman ini bisa diteruskan di paroki atau lingkungannya.
Paguyuban yang disatukan melalui Ekaristi menambah teman, sahabat, atau kenalan. Karyawan satu kenal dengan karyawan yang lain. Perkenalan itu membuahkan pertukaran informasi. Bahkan ada yang berakhir di depan altar, artinya melangsungkan perkawinan. Pertemuan dan akhirnya saling kenal karena Ekaristi rasanya akan lain bila kita kenal di mall, di pasar, atau di tempat rekreasi lainnya. Pertemuan, kenal dan persahabatan yang didasarkan pada iman bahwa Yesuslah yang mempertemukan satu sama lain, akan menjadi pengalaman yang sangat mengesan bila berlanjut dalam persahabatan yang baik atau bahkan membangun hidup keluarga kristiani.
Ekaristi yang mempersatukan satu sama lain bisa membawa pengalaman iman tersendiri. Pengalaman ini bisa menjadi bahan cerita bagi anak-anaknya nanti. Semoga mereka pun tertarik dengan perayaan Ekaristi. Paguyuban lewat Ekaristi seperti ini kiranya juga akan mengurangi persoalan kawin campur beda agama. Bila di tempat anda belum ada penggeraknya, bersediakah Anda menjadi penggerak pertama?
Hari ke-25
Merenungkan
EKARISTI DAN PENYEMBUHAN
"Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mrk 10:45).
Kita sering mendengar bahwa di gereja ini, kemudian besok di gereja itu, akan ada misa penyembuhan. Dan lihatlah, saat ada misa penyembuhan yang hadir begitu banyak. Bukan hanya itu, sering upacara penyembuhannya berlangsung dari sore hingga pagi hari berikutnya. Orang mau antre, ingin disembuhkan. Sedangkan kalau misa biasa tanpa penyembuhan, ya biasa-biasa saja. Umat yang hadir ya biasa-biasa saja. Segitu-segitu saja!
Bagaimana sih sebenarnya misa penyembuhan itu? Mukjizat penyembuhan tetaplah sebuah kemungkinan pada zaman ini. Bahkan mukjizat yang terjadi karena tindakan Allah yang istimewa berkat iman seseorang dan pengantaraan orang kudus memang sesuatu yang bisa diakui oleh Gereja. Saat proses penggelaran seseorang menjadi orang kudus, Gereja mensyaratkan salah satunya: mukjizat berkat pengantaraan doa calon orang kudus itu. Hal ini sering terjadi. Akan tetapi yang sangat penting dicatat, baik dari Kitab Suci maupun dari sudut Ajaran Gereja, mukjizat penyembuhan itu sendiri tidak pernah menjadi tujuan dari seluruh tindakan iman kita. Apabila Yesus mengadakan mukjizat penyembuhan, Dia tidak melakukan demi mukjizat itu sendiri. Namun mukjizat itu Ia buat sebagai tanda dari tujuan pokok pewartaan-Nya mengenai Kerajaan Allah.
Lalu bagaimana dengan misa penyembuhan? Usaha pelayanan penyembuhan dari dokter atau orang-orang yang dianugerahi karunia penyembuhan (seperti paranormal dsb) pastilah suatu tindakan dan karya amal kasih yang amat baik. Memang ada orang-orang yang memperoleh karunia khusus untuk menyembuhkan penyakit. Hanya saja, sebaiknya pelayanan penyembuhan seperti itu tidak perlu harus digabung-gabungkan dengan perayaan Ekaristi. Sebaiknya kita hati-hati kalau mau mengadakan misa penyembuhan itu. Misa kudus terlalu agung untuk begitu mudah diadakan dalam rangka upacara penyembuhan. Biasanya orang datang bukan untuk misanya sendiri, tetapi lebih untuk penyembuhannya.
Hari ke-26
Merenungkan
EKARISTI: UJUD DAN STIPENDIUM
"Orang buta itu menjawab, 'Rabuni, semoga aku dapat melihat'" (Mrk 10:51b).
Kalau kita mengikuti Ekaristi, kita biasa mendengarkan pengumuman bahwa ujud hari itu untuk arwah siapa atau syukur atas terkabulnya doa atau mohon berkat untuk ujian atau mencari pekerjaan, dst. Kalau kita mengikuti Ekaristi novena di tempat-tempat peziarahan, kita akan mendengarkan seribu satu macam ujud doa dan intensi permohonan. Kita pun suka menyampaikan ujud untuk suatu permohonan pribadi atau keluarga. Biasanya, kita menghadap pastornya, lalu menyampaikan amplop yang berisi jenis permohonan doa dan sejumlah uang. Berapa banyak uang untuk satu kali ujud Perayaan Ekaristi? Tidak ada ketentuan yang sama. Semua tergantung kemampuan orang yang bersangkutan dan menurut ukuran: umumnya bagaimana.
Uang untuk intensi atau ujud disebut dengan stipendium. Praktek stipendium macam ini sudah sangat lama dalam Gereja. Stipendium dipandang sebagai bentuk ungkapan partisipasi umat beriman dalam pemeliharaan aneka keperluan Gereja dan kehidupan imam. Namun yang lebih dalam lagi, stipendium merupakan ungkapan lahir dari persembahan hidup pribadi umat beriman tersebut dengan korban Kristus sendiri yang dirayakan dalam Ekaristi. Pada prinsipnya satu kali Ekaristi hanya bisa untuk satu ujud sebagaimana dimohon dalam stipendium. Bila terpaksa adanya beberapa buah ujud dalam satu Perayaan ekaristi, maka para pemberi stipendium itu harus diberitahu mengenai penggabungan tersebut. Ujud yang menggunakan stipendium sebaiknya dibacakan pada pengantar Perayaan atau pada bagian lain yang sesuai. Dan itu berarti seluruh Ekaristi itu dipesan untuk ujud itu. Sering terjadi bahwa ujud secara mendadak diberikan satu dua menit sebelum Ekaristi hari Minggu di Gereja. Kebiasaan kurang baik ini sedikit demi sedikit harus dihilangkan.
Kalau ada orang yang memohon doa tanpa bermaksud sebagai ujud (tanpa stipendium), doa tersebut bisa digabungkan dalam doa umat; tetapi ini berarti bahwa Ekaristi tersebut tidak dipesan untuk doa pribadi orang tersebut. Stipendium selalu dimaksudkan untuk pelayanan imam dalam Ekaristi, sedangkan yang di luar Perayaan Ekaristi persembahan uang untuk imam itu disebut iura stolae (misalnya untuk perkawinan, baptisan, pemberkatan rumah, dst).
Hari ke-27
Merenungkan
EKARISTI DAN PAGUYUBAN PAROKI
"Aku berkata kepadamu, apa saja yang kalian minta dan kalian doakan, akan diberikan kepadamu, asal kalian percaya bahwa kalian akan menerimanya" (Mrk. 11:24).
Dalam Surat Apostolik mengenai pengudusan hari Minggu sebagai Hari Tuhan, dan diulang lagi dalam Ensiklik Ecclesia de Eucharistia artikel 41, Sri Paus menulis: "Hari Minggu adalah saat istimewa bagi mewartakan dan memupuk persekutuan tanpa henti. Justru dalam menyambut Ekaristi, Hari Tuhan menjadi juga Hari Gereja, tatkala Gereja mampu mewujudkan perannya sebagai sakramen kesatuan." Selanjutnya, melindungi dan memajukan persekutuan gerejani adalah tugas setiap anggota umat beriman, yang menemukan dalam Ekaristi, sebagai sakramen kesatuan Gereja. Ada penulis terkenal dari tradisi Bizantin yang menyuarakan keberanian berikut: "Dalam Ekaristi, tidak seperti pada sakramen lain mana pun, misteri (komuni) adalah sekian sempurna sehingga ia membawa kita kepada puncak segala yang baik: Inilah tujuan akhir setiap damba manusia, sebab di sana kita mencapai Allah dan Allah mempersatukan diri-Nya kepada kita dalam persekutuan yang paling sempurna."
Kalau Gereja mempunyai keyakinan sedemikian jelas dan kokoh dalam menghayati kehadiran Tuhan yang nyata melalui Gereja dan seluruh umat kudus, selayaknya kalau di dalam Gereja semua kelompok paguyuban paroki saling mengenal dan berjejaring untuk mendapatkan bimbingan, perhatian dan kesempatan untuk bertugas. Ekaristi mempersatukan pelbagai kelompok bina atau paguyuban yang ada dalam terang kasih Tuhan. Melalui kesatuan dan peguyuban dalam paroki, seluruh umat yang kudus mengalami pemeliharaan Tuhan. Melalui perayaan Ekaristi dan melalui semangat dasar untuk berbagi, kami yakin bahwa kita dibebaskan dari dosa dan keterbatasan diri. Perlu ada suasana saling meneguhkan dan menghibur sebagai sebuah kelompok paguyuban.
Di paroki atau lembaga karya, ada pelbagai kelompok paguyuban yang hidup. Ada pelbagai macam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Menjadi sebuah terobosan baru bahwa anak-anak kita apalagi yang sudah dewasa, mendapat bekal yang cukup untuk menanggapi dan ambil sikap atas tanda-tanda jaman. Semoga keterbukaan kita kepada kelompok lain, menjadi tanda keterbukaan kita kepada Sang Adil yang sejati.
Hari ke-28
Merenungkan
EKARISTI DAN PAGUYUBAN UMAT LINGKUNGAN/WILAYAH
"Pada masa mudaku, sebelum mengadakan perjalanan, kebijaksanaan telah kucari dengan sungguh dalam sembahyangku" (Sirakh 51:12).
Umat kita ini suka berkumpul. Orang pasti mau berkumpul kalau ada keluarga yang sedang kehilangan sanak keluarga karena meninggal (kesripahan). Tetapi tidak usah untuk peristiwa besar macam itu, di mana-mana banyak praktek Ekaristi lingkungan. Sebelum Perayaan Ekaristi, tidak sedikit Romo paroki yang masih rajin mengadakan kunjungan umat. Romo seperti itu sungguh gembala yang baik. Ia tidak hanya duduk menunggu umat yang datang ke pastoran. Tetapi ia seperti Yesus, Sang Gembala, yang mencari domba-domba-Nya. Sesudah mendapat beberapa keluarga yang dikunjungi, Romo bersama seluruh warga lingkungan itu mengadakan Perayaan Ekaristi. Perayaan diadakan di tempat yang sederhana, barangkali kita hanya duduk di tikar. Tetapi yang amat mengesan: suasana yang akrab, saling meneguhkan sebagai sesama umat dan suasana penuh berkat yang mengalir dari Ekaristi itu. Apalagi keluarga yang ditempati merasakan memperoleh berkat yang melimpah karena kehadiran para warga itu beserta gembalanya, romo paroki.
Ekaristi di lingkungan memang merupakan suatu perayaan yang bisa sangat mengesan dan mengena. Kalau Ekaristi di paroki bisa dirasakan formal, cepat-cepat selesai dan sering tidak saling kenal, lain halnya di lingkungan. Kita sudah saling mengenal satu sama lain, sehingga Ekaristi yang dirayakan terasa tidak menjemukan dan tidak terasa bilamana berlangsung lebih dari satu jam. Ekaristi di lingkungan pantaslah ditumbuh-kembangkan. Dengan Ekaristi, persekutuan umat dibangun dengan baik, hubungan umat dan romo paroki menjadi akrab dan dekat, dan imbasnya: perjuangan hidup sehari-hari dihibur dan dikuatkan. Demikian pula dalam bersaksi di tengah masyarakat, kita akan semakin dimampukan.
Hari ke-29
Merenungkan
EKARISTI: SUMBER DAN PUNCAK PERUTUSAN GEREJA
"Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yoh 6:51)
Hari ini kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Keistimewaan hari raya ini ialah bahwa kita merayakannya persis dalam Tahun Ekaristi. Melalui bacaan-bacaan hari ini kita diingatkan akan keistimewaan kasih dan penyertaan Tuhan dalam hidup kita melalui Ekaristi Suci.
Kita merenungkan Ekaristi sebagai sumber dan puncak perutusan Gereja. Artinya, perutusan kita untuk mewartakan Kabar Baik kepada semua orang hanya memperoleh kekuatannya pada Ekaristi. Pada akhir misa kudus, kita diutus melalui kata-kata imam: "Ite missa est", artinya: "Pergilah, kalian diutus". Kita diutus untuk menghadirkan apa yang tadi kita alami dan kita rayakan selama Perayaan Ekaristi. Itulah karya penebusan Tuhan atas umat manusia dan dunia. Apa pun tugas dan pelayanan kita, entah sebagai guru, pedagang, mahasiswa, pelajar, buruh, pengusaha, karyawan, pegawai negeri, polisi, dokter, perawat dsb sebenarnya hanya menjadi bentuk yang berbeda-beda dari satu-satunya tugas perutusan orang kristiani: mewartakan dan menghadirkan Injil Yesus Kristus yang telah kita rayakan dalam Ekaristi.
Bila Ekaristi menjadi sumber dan puncak perutusan kita, marilah Ekaristi kita persiapkan dengan baik. Marilah kita memberi waktu yang banyak untuk doa dan Ekaristi. Secara khusus marilah kita mempersiapkan keluarga atau komunitas kita masing-masing, juga lingkungan-wilayah dan paroki kita untuk menyongsong Perayaan Puncak Tahun Ekaristi yang akan dirayakan oleh seluruh umat beriman di KAS pada tanggal 23 Oktober 2005 nanti, di paroki kita masing-masing. Pertanyaannya menggelitik kita: "Kita akan membuat acara khusus apa untuk merayakan Tahun Ekaristi ini?" Jangan sampai tiba-tiba, kita tidak pernah membuat apa-apa, dan tahu-tahu Tahun Ekaristi telah ditutup.
Hari ke-30
Merenungkan
EKARISTI DAN PARA PETUGAS
"Dia itulah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita." (Mrk 12:7)
Perayaan Ekaristi minggu sudah mau mulai. Namun para petugas belum lengkap. Misdinar (putra altar) baru tiga anak, biasanya paling tidak ada empat anak. Prodiakonnya kura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar