ANDA INGIN MENYUMBANG PEMBANGUNAN
GEREJA ST. YAKOBUS BANTUL ?

Bila Anda Ingin membantu dalam bentuk dana, silahkan kirim ke :

Rekening : Bank BPD Cabang Bantul
Nomor Rekening : 22.02.1.25379-7
Atas Nama : PGPM Paroki St. Yakobus Bantul

Dimohon para penyumbang berkenan memberikan pemberitahuan transfer melalui :

e-mail : styakobus@yahoo.com
cc :
maternus_m@yahoo.co.id

atau

SMS : 08156876160 atau 08157972919

PESAN NATAL BERSAMA
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA
DAN
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
TAHUN 2008

"HIDUPLAH DALAM PERDAMAIAN DENGAN SEMUA ORANG"

(bdk. Rm 12:18)

14 November 2008 16:29

Kepada segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada.

Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya. Ia telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Peristiwa Natal, sebab itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.

Umat Kristiani memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan kedamaian. Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai. Berbagai kelompok berusaha menunjukkan kekuatan mereka di hadapan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman. Dalam usaha untuk memberi rasa aman kepada seluruh warga negara, pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengambil langkah-langkah nyata menuju kebersamaan yang rukun dan damai.

Kita merindukan keadaan damai yang memberi rasa aman bagi warga negara, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan afiliasi politik. Rasa aman itu membuat warga negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan rasa aman itu seluruh warga negara dapat menjalin relasi tanpa merasa terancam, tertekan, atau dikucilkan. Memang banyak usaha positif untuk menciptakan perdamaian telah dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Namun, usaha ini belum mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal dan masih harus terus dilakukan secara terarah, berencana dan berkualitas.

2. Dalam suasana hari raya Natal, kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk mendengarkan nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. Ia menasihati Jemaat untuk hidup dalam damai dengan semua orang. Untuk itu Rasul Paulus mengajak mereka untuk memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus ini menggemakan kembali ajaran Yesus: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44). Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).

Ia juga menasihati Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang (bdk. Rm. 12:17). "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan" (Rm. 12:21). Ketika orang membalas kejahatan dengan kejahatan, sebenarnya orang itu telah dikalahkan oleh kejahatan. Siapa yang melakukan kejahatan, ia telah dikendalikan oleh kejahatan itu sendiri dan telah melakukan kejahatan yang ia lawan. Ketika orang mengalami perlakuan jahat dari orang lain, tidak perlu membenci pelakunya dan menolak berhubungan dengannya, tetapi tetap ramah terhadapnya, bahkan terbuka untuk menolong orang itu bila ia mengalami kesulitan. Selayaknya umat Kristiani memperlakukan orang lain dengan kemurahan hati (bdk.Rm. 12:20a).

3. Semangat yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Jemaat Roma itu kiranya juga menjadi semangat umat Kristiani di Indonesia, yang hidup dalam masyarakat majemuk yang terus berubah. Dinafasi oleh semangat Natal, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk:

a) melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat perlu dihadapi secara bersama-sama dan diselesaikan dengan cara-cara dialog.

b) ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing, serta peka dan tetap berusaha ramah terhadap lingkungan sekitar.

c) mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan. Kita perlu menyadari bahwa musuh kita bukanlah sesama warga, melainkan kejahatan yang bisa menggerakkan orang untuk berlaku jahat dan menyakiti sesama. Maka, marilah kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela.

Demikianlah pesan kami, Selamat Natal 2008 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati.

Atas nama

Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia

Pdt. Dr. A. A. Yewangoe
Ketua Umum

Pdt. Dr. Richard M. Daulay
Sekretaris Umum

Konferensi Waligereja Indonesia

Mgr. Martinus D. Situmorang, O.F.M.Cap.
Ketua

Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.
Sekretaris Jenderal


Pesan Pastoral Sidang KWI 2008

Perihal "Lembaga Pendidikan Katolik"




Di sini Kita Berpijak

1. Dalam hari studi, 3-4 November 2008, sidang KWI memusatkan perhatian pada *"Lembaga Pendidikan Katolik: Media Pewartaan Kabar Gembira, Unggul dan Lebih Berpihak kepada yang Miskin"*. Para uskup, utusan Konferensi Pimpinan Tarekat Religius Indonesia (Koptari) dan sejumlah pengelola Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) yang hadir, dibantu oleh para narasumber, aktif terlibat dalam seluruh proses tukar-menukar pikiran, pemahaman, dan pengalaman. Keterlibatan itu mencerminkan pula kepedulian dan kesadaran akan arti serta nilai pendidikan, yang dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh LPK sebagai wujud nyata keikutsertaan Gereja dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia (bdk. Pembukaan UUD 1945 alinea 4).

2. Disadari sepenuhnya oleh para peserta sidang, bahwa karya kerasulan pendidikan merupakan panggilan Gereja dalam rangka pewartaan Kabar Gembira terutama di kalangan kaum muda. Dalam menjalankan panggilan Gereja tersebut, LPK mengedepankan nilai-nilai luhur seperti iman-harapan- kasih, kebenaran-keadilan- kedamaian, pengorbanan dan kesabaran, kejujuran dan hati nurani, kecerdasan, kebebasan, dan tanggung jawab (bdk. *Gravissimum Educationis, * art. 2 dan 4). Proses pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai insani-injili inilah yang membuat LPK itu unggul. Di sinilah, dan di atas nilai-nilai itulah LPK berpijak untuk mempertegas penghayatan iman dan memperbarui komitmen.

3. Sebagai lembaga agama, Gereja mengaku (mengklaim) memiliki tanggung jawab terhadap masalah sosial, terutama yang dialami oleh orang-orang miskin (bdk. KHK 1983, Kanon 794). Dalam bidang pendidikan, tanggung jawab tersebut dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir ini mengalami tantangan karena pelbagai permasalahan, yang berhubungan dengan cara berpikir, reksa pastoral, politik pendidikan, manajemen, sumber daya manusia, keuangan, dan kependudukan. Tentu saja, cakupan permasalahan ini berbeda-beda menurut daerah dan jenis pendidikan Katolik yang tersebar di seluruh Nusantara. Sidang menyadari bahwa LPK menghadapi pelbagai macam tantangan dan kesulitan. Namun, para penyelenggara pendidikan Katolik harus tetap berusaha meningkatkan mutu dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Kesadaran Umat Beriman

4. Dari pengalaman jelaslah, LPK yang dikelola oleh keuskupan, tarekat maupun awam memperlihatkan, bahwa pendidikan Katolik menjadi bagian utuh kesadaran umat beriman (bdk. KHK 1983, Kanon 793). Pada gilirannya, mereka perlu mengambil bagian dalam tanggung jawab keberlangsungan LPK dalam lingkungan hidup mereka. Dalam upaya nyata untuk mengangkat kembali kemampuan LPK, keuskupan-keuskupan dan pengelola LPK lain sudah mengambil langkah nyata, antara lain menggalang dana pendidikan untuk menumbuhkan rasa memiliki di kalangan murid-murid sendiri, orang tua murid, mitra pendidikan, umat dan masyarakat umum. Dengan demikian dikembangkanlah solidaritas dan subsidiaritas dalam lingkungan karya pendidikan.

5. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan dan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat warga. Di sana-sini terjadi kesulitan dalam menerapkan peraturan pemerintah, filosofi pendidikan, dan kebijakan pendidikan yang mengutamakan orang miskin. Kendati demikian, LPK tetap menjalin kerjasama serta komunikasi setara dengan pemerintah, agar fungsi dan peran LPK tetap nyata.

Perubahan yang Diperlukan

6. Untuk setia pada pendidikan yang unggul dan mengutamakan yang miskin, perlu adanya perubahan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pelaksanaan pendidikan. Perubahan itu merupakan keniscayaan bagi LPK, termasuk di dalamnya Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (Komdik KWI), Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Majelis Pendidikan Katolik (MPK), Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), Perhimpunan Akademi Politeknik Katolik Indonesia (PAPKI), Ikatan Insan Pendidikan Katolik (IIPK), pengurus yayasan, kepala sekolah/direktur/ ketua/rektor, guru, orang tua peserta didik, peserta didik, dan seluruh umat, apa pun jabatannya.

7. Betapa mendesaknya suatu perubahan dalam seluruh tingkatan LPK! Perubahan itu mestinya dirancang dengan saksama dan dilaksanakan dengan arif di bawah otoritas uskup sebagai penanggungjawab utama pendidikan Katolik di keuskupannya (bdk. KHK 1983, Kanon 806). Perubahan yang diperlukan di sini antara lain:

- menata ulang pola kebijakan pendidikan,

- meningkatkan kerja sama antar-lembaga pendidikan,

- mengupayakan pencarian dan penemuan peluang-peluang penggalian dana,

- memotivasi dan menyediakan kemudahan bagi para guru untuk meningkatkan mutu pengajaran,

- melaksanakan tata pengaturan yang jelas dan terpilah-pilah,

- merumuskan ulang jiwa pendidikan demi memajukan dan mengembangkan daya-daya insan yang terarah kepada kebaikan bersama,

- memperbarui penghayatan iman dan komitmen.

8. Perubahan-perubahan tersebut tidak dapat diserahkan hanya kepada salah satu pihak saja. Oleh karena itu, sidang menghendaki agar perubahan itu merupakan tanggung-jawab dan dikerjakan bersama di bawah pimpinan uskup. Dengan demikian, kunci perubahan adalah pembaruan komitmen atas panggilan dan perutusan Gereja demi tercapainya generasi muda yang cerdas, dewasa dan beriman melalui LPK (bdk. *Gravissimum Educationis, * art. 3).

Harapan dan Ucapan Terima Kasih

9. Pesan pastoral ini hendaknya mengilhami semua pihak yang terlibat dalam LPK di seluruh Nusantara untuk mencari dan menemukan jalan terbaik bagi LPK di masing-masing keuskupan di bawah pimpinan uskupnya. Mengingat fungsi strategis dan pentingnya LPK dalam kerangka perwujudan tugas perutusan Gereja, kami para uskup sepakat, bahwa KWI akan menulis Nota Pastoral tentang Pendidikan. Nota Pastoral ini dimaksudkan selain untuk mendorong tanggung jawab bersama dalam pendidikan, juga untuk menguraikan lebih rinci hal-hal yang berkaitan dengan LPK.

10. Mengingat dan mempertimbangkan seluruh dinamika hari studi ini, kami para uskup dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang peduli pada dan terlibat dalam LPK, khususnya:

- Para guru yang telah bekerja dengan penuh dedikasi;

- Orang tua yang tetap mempercayakan pendidikan anak-anak mereka pada LPK;

- Umat (warga masyarakat) yang penuh perhatian terhadap pendidikan;

- Lembaga-lembaga Pendidikan Katolik yang benar-benar mengutamakan kalangan yang miskin.

Seraya berdoa, kami berharap semoga kehadiran LPK semakin mempertegas sikap Gereja Katolik untuk mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, yang pada gilirannya menjadi kabar gembira bagi semua.

Semoga Tuhan memberkati usaha baik kita semua.

Jakarta, 11 November 2008

Konferensi Waligereja Indonesia


Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap. Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, MSF
K e t u a Sekretaris Jenderal

Seruan Bersama PGI-KWI Dalam Rangka Pelaksanaan Pemilu 2009

31 Oktober 2008 14:39


Saudara-saudara terkasih di dalam Yesus Kristus,

1. Kita patut menaikkan syukur ke hadirat Allah dalam Yesus Kristus, sebab atas anugerah-Nya bangsa dan negara kita dapat mengukir karya di tengah sejarah, khususnya dalam upaya untuk bangkit kembali serta membebaskan diri dari berbagai krisis yang mendera sejak beberapa tahun terakhir ini. Anugerah, penyertaan dan bimbingan Tuhan bagi perjalanan sejarah negeri ini, sebagaimana yang terus-menerus dimohonkan melalui doa-doa syafaat kita sebagai Gereja, adalah modal utama dan landasan yang amat kokoh bagi bangsa dan negara kita untuk berjuang lebih gigih dalam mencapai cita-cita proklamasi. Sejalan dengan itu Pemerintah dan seluruh komponen bangsa harus berupaya dengan lebih setia dan bersungguh-sungguh agar keinginan luhur bangsa sebagaimana diamanatkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, sejahtera dan damai, dapat diwujudkan.

Pemilihan Umum (Pemilu), baik untuk memilih anggota-anggota legislatif, maupun memilih Presiden dan Wakil Presiden akan dilaksanakan pada bulan April dan Juli 2009. Persiapan-persiapan pelaksanaannya telah dimulai sejak beberapa waktu yang lalu melalui proses penyusunan perangkat perundang-undangan, pendaftaran dan verifikasi partai-partai politik calon peserta Pemilu, serta pencalonan bakal anggota-anggota legislatif dan berbagai persiapan lainnya.

Undang-undang Pemilu kali ini mensyaratkan beberapa hal baru dan mendasar yang sangat perlu dipahami oleh seluruh anggota masyarakat. Untuk mengawal proses Pemilu yang penahapannya sangat panjang dan mengandung beberapa ketentuan baru, kami mengajak seluruh umat kristiani untuk mempelajari aturan perundang-undangan itu dengan cermat dan cerdas agar keterlibatan dalam Pemilu sungguh-sungguh menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan memiliki tanggungjawab terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia bahkan mampu melahirkan pemimpin yang benar-benar memiliki wibawa karena didukung sepenuhnya oleh rakyat.

Mengingat pentingnya peristiwa nasional ini, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) dan Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (Presidium KWI) menyampaikan Seruan Bersama bagi umat kristiani baik yang ada di Tanah Air maupun yang berdomisili di luar negeri.

2. Kami memahami bahwa pelayanan Gereja pertama-tama adalah sebagai tanda kasih Allah bagi umat manusia. Politik adalah salah satu bidang pelayanan yang seharusnya juga ditujukan bagi perwujudan kasih Allah itu. Kasih Allah itu kian nyata dalam upaya setiap warga mengusahakan kesejahteraan umum. Alkitab menyatakan, "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu" (bdk.Yeremia 29:7). Karya seperti itu dijalankan dengan mengikuti dan meneladani Yesus Kristus, Sang Guru, Juruselamat dan Tuhan, yang secara khusus menyatakan keber-pihakan-Nya terhadap kaum yang kecil, lemah, miskin, dan terpinggirkan.

Dalam semangat mendasar ini Gereja mendukung pelaksanaan Pemilu yang berkualitas, yang diharapkan akan menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pejabat-pejabat pemerintah yang benar-benar memiliki kehendak baik untuk bersama seluruh rakyat Indonesia mewujudkan kesejahteraan umum.

Atas dasar pertimbangan di atas kami menyerukan agar hal-hal berikut diperhatikan dengan saksama:

Pertama, perlu disadari bahwa melalui peristiwa Pemilu hak-hak asasi setiap warga negara di bidang politik diwujudkan. Oleh karena itu setiap warga negara patut menggunakan hak pilihnya secara bertanggungjawab dan dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara hati nuraninya. Bagi kita, Pemilu pada hakikatnya adalah sebuah proses kontrak politik dengan mereka yang bakal terpilih. Tercakup di dalamnya kewajiban mereka yang terpilih untuk melayani rakyat, dan sekaligus kesediaan untuk dikoreksi oleh rakyat. Keinginan dan cita-cita bagi adanya perubahan serta perbaikan kehidupan bangsa dan negara dapat ditempuh antara lain dengan memperbarui dan mengubah susunan para penyelenggara negara. Sistem Pemilu yang baru ini membuka peluang untuk mewujudkan cita-cita perubahan dan perbaikan itu dengan memilih orang-orang yang paling tepat. Alkitab menyatakan: "...pilihlah dari antara mereka orang-orang yang cakap, setia, dan takut akan Tuhan, dipercaya dan benci pada pengejaran suap... " (bdk. Keluaran 18:21).

Kedua, masyarakat perlu didorong untuk terus-menerus mengontrol mekanisme demokrasi supaya aspirasi rakyat benar-benar mendapat tempat. Sistem perwakilan yang menjadi tatacara pengambilan keputusan ternyata sering meninggalkan aspirasi warga negara yang diwakili. Hal ini disebabkan karena para politisi wakil rakyat itu dalam menjalankan tugasnya ternyata tidak mampu secara optimal mewujudkan keinginan rakyat bahkan mengingkari janji dan komitmen mereka. Tindakan mereka tidak dapat dipantau sepenuhnya oleh rakyat bahkan tidak sedikit dari mereka yang ingin terpilih, beranggapan bahwa dengan jabatan itu mereka akan memperoleh keuntungan.

Ketiga, hasil-hasil Pemilihan Umum harus benar-benar menjamin bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tetap dipertahankan sebagai dasar negara dan acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pemilihan Umum seharusnya memberikan jaminan bagi kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia, jaminan pelaksanaan kebebasan beragama, terwujudnya pemerintahan yang adil, bersih dan berwibawa.

Hasil-hasil Pemilihan Umum harus menjamin terwujudnya kehidupan politik yang makin demokratis, pembangunan yang menyejahterakan rakyat, adanya kepastian hukum dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat.

3. Kita mengambil bagian dalam Pemilihan Umum sebagai warga negara yang bertanggungjawab dan sekaligus sebagai warga Gereja yang taat kepada Tuhan. Dapat saja terjadi bahwa di dalam suatu Jemaat atau Gereja, terdapat anggota-anggota yang berdasarkan hati nurani dan tanggungjawab masing-masing menerima pencalonan diri dan atau menjatuhkan pilihannya kepada kekuatan-kekuatan sosial politik yang berbeda-beda. Dalam hal demikian, maka pilihan-pilihan yang berlain-lainan itu yang dilakukan secara jujur, tidak boleh mengganggu persekutuan dalam Jemaat dan Gereja; sebab persekutuan dalam Jemaat dan Gereja tidak didasarkan atas pilihan politik yang sama, melainkan didasarkan atas ketaatan terhadap Tuhan yang satu. Dalam upaya menjaga netralitas dan obyektivitas pelayanan gerejawi maka pimpinan Gereja/Jemaat tidak dapat merangkap sebagai pengurus partai politik. Amanat Tuhan agar umat-Nya menjadi garam dan terang dunia, dapat dijalankan dalam wadah kekuatan-kekuatan sosial-politik yang berlain-lainan sesuai dengan hati nurani dan pilihan yang jujur dari masing-masing anggota jemaat dan Gereja. Para warga Gereja yang melayani kepentingan rakyat dan negara melalui wadah-wadah yang berlainan harus selalu saling mengasihi dan hormat-menghormati, sebab mereka semuanya membawa amanat yang sama, yaitu untuk "berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah" (bdk. Mikha 6: 8).

Demikianlah Seruan Bersama kami. Kiranya Tuhan Allah, akan senantiasa memberkati bangsa kita dalam menapaki hari-hari cerah di masa depan. Semoga Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kita berkenan menyelesaikannya pula (bdk. Filipi 1:6).

JAKARTA, OKTOBER 2008

Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia

Ketua Umum,

ttd.

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe,

Sekretaris Umum,

ttd,

dt. Dr. Richard M. Daulay

Konferensi Waligereja Indonesia

Ketua,

ttd.

Mgr. M.D. Situmorang, OFM.Cap.

Sekretaris Jenderal,

ttd,

Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, MSF